Ilustrasi - Suasana kegiatan bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One (NPCT1), Cilincing, Jakarta.. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom/aa. |
Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2024 tumbuh sekitar 5,02 persen secara year on year (yoy).
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia akan melambat, namun tetap berkisar 5 persen yoy di kuartal II-2024," kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Pertumbuhan PDB pada kuartal II-2024 diproyeksikan akan melambat dibandingkan pertumbuhan 5,11 persen yoy pada kuartal I-2024.
Pertumbuhan yang masih berada di kisaran 5 persen terutama didorong oleh permintaan domestik, yang relatif tetap kuat meskipun terjadi penurunan permintaan eksternal.
Menurut dia, melemahnya permintaan eksternal sebagian besar disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, terutama Tiongkok, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan mitra dagang utama Indonesia, di mana pertumbuhannya melambat secara signifikan dari 5,3 persen yoy pada kuartal I-2024 menjadi 4,7 persen yoy pada kuartal II-2024, yang berdampak buruk pada kinerja ekspor.
Namun, permintaan domestik juga diperkirakan akan melambat pada kuartal II-2024 karena beberapa faktor, yakni konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan investasi swasta.
Josua mengatakan pergeseran bulan Ramadhan dari kuartal kedua ke kuartal pertama tahun ini dapat mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal kedua, yang biasanya mengalami lonjakan selama periode ini.
Karena konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh perekonomian Indonesia, pergeseran tersebut dapat berdampak pada PDB secara keseluruhan.
Selanjutnya, belanja pemerintah diperkirakan akan melambat secara signifikan seiring dengan normalisasi belanja setelah Pemilu 2024 pada 24 Februari.
Sementara investasi swasta kemungkinan akan tetap lemah, seperti yang ditunjukkan oleh PMI manufaktur yang menurun.
Berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi 1,4 poin secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 49,3 dari 50,7 pada Juni.
Hal tersebut mencerminkan pendekatan "wait and see" yang terus berlanjut di kalangan produsen, didorong oleh ketidakpastian atas agenda kebijakan ekonomi pemerintah baru dan risiko yang terkait dengan perlambatan ekonomi global, dan dampak yang bersumber dari risiko suku bunga kebijakan "higher for longer" oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang menyebabkan pelemahan rupiah.
"Kami melihat bahwa hal ini memang menghambat rencana ekspansi bisnis," tutur Josua.
Sebelumnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 berada pada rentang 5,0 persen hingga 5,2 persen.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2024 keseluruhan kami perkirakan dalam kisaran 5,0 persen hingga 5,2 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Jumat.
Untuk triwulan II, KSSK memprediksi pertumbuhan ekonomi berada pada level 5,0 persen. Meski melambat dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,11 persen, namun sektor konsumsi rumah tangga dan investasi yang menjadi faktor pendorong kinerja ekonomi masih tetap terjaga.
Guna menjaga kinerja konsumsi, belanja pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terus diarahkan untuk menjaga stabilitas harga. Kementerian Keuangan juga akan terus mendorong program perlindungan sosial, terutama bagi masyarakat rentan, sehingga daya beli tetap terjaga.
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia akan melambat, namun tetap berkisar 5 persen yoy di kuartal II-2024," kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Pertumbuhan PDB pada kuartal II-2024 diproyeksikan akan melambat dibandingkan pertumbuhan 5,11 persen yoy pada kuartal I-2024.
Pertumbuhan yang masih berada di kisaran 5 persen terutama didorong oleh permintaan domestik, yang relatif tetap kuat meskipun terjadi penurunan permintaan eksternal.
Menurut dia, melemahnya permintaan eksternal sebagian besar disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, terutama Tiongkok, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan mitra dagang utama Indonesia, di mana pertumbuhannya melambat secara signifikan dari 5,3 persen yoy pada kuartal I-2024 menjadi 4,7 persen yoy pada kuartal II-2024, yang berdampak buruk pada kinerja ekspor.
Namun, permintaan domestik juga diperkirakan akan melambat pada kuartal II-2024 karena beberapa faktor, yakni konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan investasi swasta.
Josua mengatakan pergeseran bulan Ramadhan dari kuartal kedua ke kuartal pertama tahun ini dapat mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal kedua, yang biasanya mengalami lonjakan selama periode ini.
Karena konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh perekonomian Indonesia, pergeseran tersebut dapat berdampak pada PDB secara keseluruhan.
Selanjutnya, belanja pemerintah diperkirakan akan melambat secara signifikan seiring dengan normalisasi belanja setelah Pemilu 2024 pada 24 Februari.
Sementara investasi swasta kemungkinan akan tetap lemah, seperti yang ditunjukkan oleh PMI manufaktur yang menurun.
Berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi 1,4 poin secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 49,3 dari 50,7 pada Juni.
Hal tersebut mencerminkan pendekatan "wait and see" yang terus berlanjut di kalangan produsen, didorong oleh ketidakpastian atas agenda kebijakan ekonomi pemerintah baru dan risiko yang terkait dengan perlambatan ekonomi global, dan dampak yang bersumber dari risiko suku bunga kebijakan "higher for longer" oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang menyebabkan pelemahan rupiah.
"Kami melihat bahwa hal ini memang menghambat rencana ekspansi bisnis," tutur Josua.
Sebelumnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 berada pada rentang 5,0 persen hingga 5,2 persen.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2024 keseluruhan kami perkirakan dalam kisaran 5,0 persen hingga 5,2 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Jumat.
Untuk triwulan II, KSSK memprediksi pertumbuhan ekonomi berada pada level 5,0 persen. Meski melambat dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,11 persen, namun sektor konsumsi rumah tangga dan investasi yang menjadi faktor pendorong kinerja ekonomi masih tetap terjaga.
Guna menjaga kinerja konsumsi, belanja pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terus diarahkan untuk menjaga stabilitas harga. Kementerian Keuangan juga akan terus mendorong program perlindungan sosial, terutama bagi masyarakat rentan, sehingga daya beli tetap terjaga.
Sumber: AntaraNews
Tidak ada komentar
Posting Komentar